Senin, 01 Agustus 2016

Laporan Lengkap Radiasi Kubus Berongga

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Panas (kalor) dari matahari sampai ke bumi melalui gelombang elektromagnetik. Perpindahan ini disebut radiasi, yang dapat berlangsung dalam ruang hampa. Radiasi yang dipancarkan oleh sebuah benda sebagai akibat suhunya disebut radiasi panas (thermal radiation). Radiasi benda hitam merupakan salah satu teka-teki besar fisika yang menjadi pemicu terjadinya revolusi dalam bidang fisika. Revolusi ini melahirkan fisika kuantum. Penelitian tentang radiasi benda hitam melibatkan banyak sekali ilmuwan ( Yohannes, 2009).

Kita hanya dapat membuat benda yang mendekati benda hitam. walaupun permukaan dalam kotak dicat putih Mengapa demikian? Ketika radiasi dari cahaya matahari memasuki lubang kotak, radiasi dipantulkan berulang–ulang (beberapa kali) oleh dinding kotak dan setelah pemantulan ini hamoir dapat dikatakan tidak ada lagi radiasi yang tersisa (semua radiasi telah diserap di dalam kotak) dengan kata lain , lubang telah berfungsi menyerap semua radiasi yang datang padanya akibatnya benda tampak hitam (Tim penyusun, 2016)

Oleh karena itu, untuk memahami lebih jauh mengenai radiasi kubus berongga dengan menunjukkan hubungan intensitas radiasi pada kubus berongga terhadap bidang kubus setiap bahan dan untuk menghitung harga emisivitas pada bidang kubus setiap bahan, maka dilakukanlah percobaan ini.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada percobaan ini yaitu :
1.        Bagaimana menunjukan hubungan intensitas radiasi dari pada kubus berongga terhadap bidang kubus setiap bahan ?
2.        Berapa harga emisivitas pada bidang kubus setiap bahan ?

1.3 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan pada percobaan ini yaitu :
1.        menunjukan hubungan intensitas radiasi dari pada kubus berongga terhadap bidang kubus setiap bahan.
2.        Menghitung harga emisivitas pada bidang kubus setiap bahan.

1.4 Manfaat Percobaan
Adapun manfaat pada percobaan ini yaitu :
1.        Mahasiswa dapat menunjukan hubungan intensitas radiasi dari pada kubus berongga terhadap bidang kubus setiap bahan.
2.        Mahasiswa dapat Menghitung harga emisivitas pada bidang kubus setiap bahan.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi Panas
Panas (kalor) dari matahari sampai ke bumi melallui gelombang elektromagnetik. Perpindahan ini disebut radiasi, yang dapat berlangsung dalam ruang hampa. Radiasi yang dipancarkan oleh sebuah benda sebagai akibat suhunya disebut radiasi panas (thermal radiation) (Jamshidi, 1980).

Setiap benda secara kontinu memancarkan radiasi panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Bahkan sebuah kubus es pun memancarkan radiasi panas, sebagian kecil dari radiasi panas ini ada dalam daerah cahaya tampak. Walaupun demikian kubus es ini tak dapat dilihat dalam ruang gelap. Serupa dengan kubus es, badan manusia pun memancarkan radiasi panas dalam daerah cahaya tampak, tetapi intensitasnya tidak cukup kuat untuk dapat dilihat dalam ruang gelap (M. Ali Yaz, 2007).

Setiap benda memancarkan radiasi panas, tetapi umunya benda terlihat oleh kita karena benda itu memantulkan cahaya yang dating padanya, bukan karena ia memacarkan radiasi panas. Benda baru terlihat karena meradiasikan panas jika suhunya melebihi 1000 K. Pada suhu ini benda mulai berpijar merah sepeti kumparan pemanas sebuah kompor listrik. Pada suhu di atas 2000 K benda berpijar kuning atau keputih-putihan, seperti besi berpijar putihatau pijar putih dari filamen lampu pijar. Begitu suhu benda terus ditingkatkan, intensitas relatif dari spectrum cahaya yang dipancarkannya berubah. Ini menyebabkan pergeseran dalam warna- warna spektrum yang diamati, yang dapat digunakan untuk menaksir suhu suatu benda (Homan, 1994)
2.2 Radiasi Benda Hitam
Menurut Jamshidi, (1980), benda hitam didefinisikan sebagai sebuah benda yang menyerap semua radiasi yang datang padanya. Dengan kata lain, tidak ada radiasi yang dipantulkan keluar dari benda hitam. Jadi, benda hitam mempunyai harga absorptansi dan emisivitas yang besarnya sama dengan satu.Seperti yang telah kalian ketahui, bahwa emisivitas (daya pancar) merupakan karakteristik suatu materi, yang menunjukkan perbandingan daya yang dipancarkan persatuan luas oleh suatu permukaan terhadap daya yang dipancarkan benda hitam padatemperatur yang sama. Sementara itu, absorptansi (daya serap) merupakan perbandingan fluks pancaran atau fluks cahaya yang diserap oleh suatu benda terhadap fluks yang tiba pada benda itu. Benda hitam ideal digambarkan oleh suatu rongga hitam dengan lubang kecil. Sekali suatu cahaya memasuki rongga itu melalui lubang tersebut, berkas itu akan dipantulkan berkali-kali di dalam rongga tanpa sempat keluar lagi dari lubang tadi. Setiap kali dipantulkan, sinar akan diserap dinding-dinding berwarna hitam. Benda hitam akan menyerap cahaya sekitarnya jika suhunya lebih rendah daripada suhu sekitarnya dan akan memancarkan cahaya ke sekitarnya jika suhunya lebih tinggi daripada suhu sekitarnya. Hal ini ditunjukkan pada gambar dibawah. Benda hitam yang dipanasi sampai suhu yang cukup tinggi akan tampak membara


2.3 Hukum Stefan-Boltzmann                               
Menurut Nachtrieb O.G, (2003), pada tahun 1879 seorang ahli fisika dari Austria, Josef Stefan melakukaneksperimen untuk mengetahui karakter universal dari radiasi benda hitam. Ia menemukan bahwa daya total per satuan luas yang dipancarkan pada semuafrekuensi oleh suatu benda hitam panas (intensitas total) adalah sebanding dengan pangkat empat dari suhu mutlaknya. Sehingga dapat dirumuskan :
I = σ T4 ………………………………………………………(2.1)
Dengan :
I = Intensitas radiasi pada permukaan benda hitam pada semua frekuensi.
T = Suhu mutlak(K)
σ = Tetapan Stefan-Boltzman, yang bernilai 5,67 x 10-8 (Wm-2K-4)
Untuk kasus benda panas yang bukan benda hitam, akan memenuhi hukum yang sama, hanya ditambahkan koefisien emisivitas yang lebih kecil dari pada 1, sehingga :
       I total = e.σ.4..............................................(2.2)
Intensitas merupakan daya per satuan luas, maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai:

       ............................................(2.3)
Keterangan :
= daya radiasi (W)
Q = energi kalor (J)
= luas permukaan benda (m2)
= koefisien emisivitas
= suhu mutlak (K)

2.4 Hukum Pergeseran Wien

Jika benda padat dipanaskan sampai suhu yang sangat tinggi, benda akan tampak memijar dan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan berada pada spektrum cahaya tampak. Jika benda terus dipanaskan,  intensitas relatif  dari spektrum cahaya yang dipancarkan berubah-ubah. Gejala pergeseran nilai panjang gelombang maksimum dengan berkurangnya suhu disebut Pergeseran Wien. Bila suhu benda terus ditingkatkan,  intensitas relatif dari spektrum cahaya yang dipancarkan berubah. Ini menyebabkan pergeseran dalam warna-warna spectrum yang diamati,  yang dapat digunakan untuk menaksir suhu suatu benda yang digambarkan pada grafik berikut.
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan antara benda dan  panjang gelombang  yang  dipancarkannya, pada spektrum cahaya tampak warna merah mempunyai frekuensi terendah, sedangkan cahaya ungu mempunyai frekuensi tertinggi. Perubahan warna pada benda menunjukkan perubahan intensitas radiasi benda. Jika suhu benda berubah, maka intensitas benda akan berubah atau terjadi pergeseran. Pergeseran ini digunakan untuk memperkirakan suhu suatu benda. Untuk lebih jelas melihat pergeseran intensitas benda kita menyebutnya Pergeseran Wien terhadap panjang gelombang benda (M. Ali Yaz, 2007).

Menurut M. Ali Yaz, 2007, Dari hasil penelitian, Wien mendapatkan kesimpulan bahwa  Jika suhu suatu benda yang memancarkan cahaya semakin tinggi maka panjang  gelombang  untuk intensitas maksimum  semakin kecil. Pergeseran Wien dirumuskan sebagai berikut :
 ...............................................(2.4)
Keterangan :
λm = panjang gelombang dengan intensitas maksimum (m)
T = suhu mutlak benda hitam (K)
C = tetapan pergeseran Wien = 2,90 x 10-3 m K
Melalui persamaan yang dikembangkan Wien mampu menjelaskan distribusi intensitas untuk panjang gelombang  pendek, namun gagal untuk menjelaskan panjang gelombang panjang. Hal itu menunjukkan bahwa radiasi elektromagnetik tidak dapat dianggap sederhana seperti proses termodinamika.
2.5 Hukum Rayleigh – Jeans
Teori Rayleigh – Jeans ini dikemukakan oleh Lord Rayleigh dan Sir James Jeans, menurut teori ini muatan – muatan di sekitar dinding benda berongga dihubungkan oleh semacam  pegas. Ketika suhu benda dinaikkan, pada muatan timbul energi kinetik sehingga muatan bergetar. Akibat getaran tersebut, kecepatan muatan berubah – ubah, atau dengan kata lain setiap saat muatan selalu mendapatkan percepatan. Muatan yang dipercepat inilah yang yang menimbulkan radiasi. Melalui penelitian yang dibuatnya, Rayleigh dan Jeans  berhasil menurunkan rumus distribusi intensitas, yang digambarkan grafiknya maka model yang diusulkan oleh Rayleigh dan Jeans berhasil menerangkan spektrum radiasi benda hitam pada panjang gelombang yang besar, namun gagal untuk panjang gelombang yang kecil (Menurut Keneth Krene, 1992).

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum yaitu :
Hari/ tanggal   :  Senin, 26 April 2016
Waktu             :  15:00 Wita - Selesai
Tempat            :  Laboratorium Fisika Dasar, Jurusan Fisika, FMIPA, UNTAD

3.2  Alat Dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
A.      Alat Umum:
1.        1 buah 850 Unifersal Interface UI – 5000
2.        Software Pasco Capstone UI – 5400
B.       Alat Khusus
1.        Kabel Patch SE – 9750
2.        60 Cm Optic Bench OS – 8541
3.        Linear Translator OS – 8535
4.        Aparatur Bracket OS – 8534B
5.        Rotary motion Sensor PS – 2120
6.        Infra Red Sensor PS – 2148
7.        Termistor Sensor Suhu CI – 6527A
8.        Thermometer
3.3  Prosedur Kerja
Adapun Prosedur kerja pada percobaan ini yaitu :
1.         Merangkai alat seperti pada gambar 3.1
2.        Melakukan pengambilan data dengan cara memposisikan sisi hitam Cube Thermal meghadap ke sensor cahaya. Infra Red Light Sensor harus disalah satu ujung track.
3.        Mengklik RECORD. Memutar katrol Rotary Motion Sensor sampai Infra Red Light Sensor melewati sepenuhnya kubus dengan waktu 2 atau 3 detik. Rotary Motion Sensor harus digerakan cepat, karena seluruh muka kubus dalam Infra Red Light Sensor akan memanas dan mengubah pembacaan awal, dan membuat analisis yang lebih sulit. Kecuali untuk sisi kubus dengan rongga. Untuk kubus ini membutuhkan perlambatan pada rongga dan mengambil beberapa detik untuk melewati rongga.
4.        Mengklik STOP. Pindahkan sensor dengan cepat melalui kubus dan kembali pada posisi awal.
5.        Mengklik Open Data. Ringkasan disebelah kiri halaman mengubah nama RUN ini sebagai “30 Hitam”.
6.        Mengulangi langkah 2-5 dengan mengubah nama RUN ini sebagai “50 Hitam”.
7.        Memutar kubus kesisi alumunium. Menunggu hingga beberapa menit untuk memungkinkan referensi Termistor Sensor untuk mendinginkan dan mengulangi langkah 1-4. Label menjalankan “ 30 dan 50 alumunim”.
8.        Memutar kubus kesisi putih. Menunggu hingga beberapa menit untuk memungkinkan referensi Termistor Sensor untuk mendinginkan dan mengulangi langkah 1-4. Label menjalankan “30 dan 50 putih”.
9.        Memutar kubus kesisi berongga. Menunggu hingga beberapa menit untuk memungkinkan referensi Termistor Sensor untuk mendinginkan dan mengulangi langkah 1-4. Label menjalankan “ 30 dan 50 berongga”.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
·         Kubus Berongga Dt = 300 C

Tabel 4.1 Hasil pengamatan pada kubus sisi berongga, dengan Dt = 30˚C

Berongga 30o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
2,5
0,0003
2,4
0,0041
2,5
0,0062
2,4
0,0073
2,4
0,0093
2,4
0,0136
2,4
0,0151
2,3
0,0197
2,4
0,0256
2,3
0,0332
2,3
0,039
2,2
0,0444
2,2
0,0468
2,2
0,0501
2,2
0,0541
2,1
0,0608
2,1
0,0691
2,1
0,0774
2,1
0,0842
2,1
0,0879
2,1
0,0883
2,1
0,0886
2,1
0,0887
2,1
0,09
2
0,0937
2
0,1003
2
0,1095
2
0,1188
Berongga 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,5
0,128
1,2
0,1389
1,1
0,1499
1,2
0,1565
1,2
0,1566
1,2
0,1568
1,2
0,1588
1,4
0,1686
1,5
0,1843
1,7
0,1991
1,8
0,2104
1,8
0,2193
1,8
0,223
1,8
0,223
1,8
0,2262
1,8
0,2355
1,8
0,2516
1,8
0,2661
1,8
0,277
1,8
0,2848
1,8
0,2918
1,9
0,3003
1,8
0,31
1,9
0,3176
1,8
0,3227
1,9
0,3269
1,8
0,3336
1,9
0,3407

Berongga 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,8
0,3498
1,9
0,3583
1,8
0,3648
1,9
0,3694
1,8
0,3712
1,9
0,3712
1,8
0,3712
1,9
0,3712
1,8
0,3705
1,8
0,3705
1,8
0,3705
1,8
0,3705
1,8
0,3705

·         Kubus Berongga Dt = 500 C

Tabel 4.2 Hasil pengamatan pada kubus sisi berongga, dengan Dt = 50˚C


Berongga 50o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
2,6
0
2,5
3,75E-05
2,6
1,50E-04
2,5
7,88E-04
2,6
0,001
2,5
0,0016
2,6
0,0035
2,5
0,0065
2,6
0,0111
2,5
0,0164
2,5
0,0223
2,4
0,0289
2,4
0,0363
2,3
0,0444
2,3
0,0534
2,2
0,0628
2,2
0,0726
2,1
0,0823
2,1
0,0925
2
0,1023
2
0,1122
1,9
0,1223
1,6
0,1307
1,2
0,1386
1,2
0,1492
1,2
0,1617
1,4
0,1717
1,4
0,1812
1,5
0,191
1,6
0,1996
1,8
0,2111
1,8
0,2197
1,9
0,231
1,8
0,2416
1,9
0,2523
1,8
0,2653
Berongga 500
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,9
0,2796
1,9
0,2934
1,9
0,3074
1,9
0,3222
1,9
0,3369
1,9
0,3499
1,9
0,3622
1,9
0,3729
1,9
0,3771
1,9
0,3771
1,9
0,3771
1,9
0,3771
1,9
0,3771
1,9
0,3771


 ·         Kubus Sisi Hitam  Dt = 30˚C

Tabel 4.2 Hasil pengamatan pada kubus sisi hitam, dengan Dt = 30˚C


Hitam 30o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
2,4
0,00045
2,4
0,0065
2,3
0,014
2,3
0,0211
2,3
0,0287
2,3
0,0378
2,2
0,0477
2,2
0,0585
2,1
0,067
2,1
0,0717
2,1
0,0765
2,2
0,0849
2,2
0,0963
1,9
0,1071
1,3
0,1169
0,7
0,1278
0,5
0,1402
0,6
0,1522
Hitam 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
0,9
0,165
1,2
0,1775
1,5
0,1888
1,6
0,1982
1,7
0,1996
1,7
0,2076
1,8
0,2162
1,8
0,2233
1,8
0,2312
1,8
0,2395
1,8
0,2484
1,7
0,2572
1,8
0,2669
1,7
0,2769
1,8
0,2873
1,7
0,2973
1,8
0,3066
1,8
0,3148
Hitam 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,8
0,3232
1,8
0,3313
1,8
0,3415
1,8
0,3506
1,8
0,3577
1,8
0,3629
Hitam 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,8
0,3665
1,8
0,3704
1,8
0,3704
1,8
0,3704
1,8
0,3704
       

·         Kubus Sisi Hitam Dt = 50˚C

Tabel 4.4 Hasil pengamatan pada kubus sisi hitam, dengan Dt = 50˚C

Hitam 50o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
2,2
0,0005625
2,2
0,0065
2,2
0,0126
2,2
0,0204
2,1
0,0293
2,1
0,0402
2
0,0533
Hitam 500
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
2,1
0,0667
2,1
0,0781
1,9
0,0894
1,3
0,1011
0,6
0,1136
0,5
0,1269
0,6
0,1401
Hitam 500
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
0,8
0,15
1
0,1563
1,1
0,1612
1,2
0,1657
1,4
0,1707
1,5
0,1802
1,7
0,1936
1,7
0,2082
1,7
0,2207
1,7
0,2312
1,7
0,241
1,7
0,2515
1,7
0,2618
1,7
0,2702
1,7
0,2773
1,7
0,2846
1,7
0,2922
1,7
0,2993
1,7
0,3052
Hitam 500
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,7
0,3106
1,7
0,3178
1,7
0,3256
1,7
0,3336
1,7
0,341
1,7
0,3474
1,7
0,3537
1,7
0,3543
1,7
0,3543
1,7
0,3543
1,7
0,3543
1,7
0,3543
1,7
0,3543
1,7
0,3543
1,7
0,3543



 ·         Kubus Sisi Aluminium Dt = 30˚C


Tabel 4.5 Hasil pengamatan pada kubus sisi alumunium dengan Dt = 30˚C


Aluminium 30o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
2,1
0,0006
2,1
0,0077
2,1
0,0161
2
0,0258
2
0,036
2
0,0467
2
0,0566
2
0,0655
2,1
0,0729
2,2
0,08
2,3
0,0869
2,2
0,0949
1,8
0,1054
1,3
0,1186
1,2
0,1334
1,2
0,1482
1,2
0,1605
1,2
0,1699
1,3
0,1771
1,4
0,1843
1,5
0,1938
1,6
0,2028
Aluminium 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,6
0,211
1,6
0,2194
1,6
0,229
1,6
0,2397
1,6
0,2505
1,6
0,2616
1,6
0,2716
1,6
0,283
1,6
0,2937
1,6
0,304
1,6
0,3135
1,6
0,3217
1,6
0,329
1,6
0,3353
1,6
0,3411
1,6
0,3449
1,6
0,3491
1,6
0,3515
1,6
0,3531
1,6
0,3561
1,6
0,3583
1,6
0,3588

·         Kubus Sisi Aluminium Dt = 50˚C

Hasil pengamatan pada kubus sisi alumunium dengan Dt = 50˚C

Aluminium 50o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
2,1
0,00015
2,1
0,0017
2,1
0,0036
2,1
0,0062
2,1
0,0095
2
0,0134
2,1
0,0174
2
0,0218
2,1
0,0258
2
0,0292
2
0,0329
1,9
0,0368
2
0,0407
1,9
0,0449
1,9
0,0491
1,9
0,0532
1,9
0,0571
1,9
0,0607
2
0,0645
1,9
0,0688
2
0,0738
2,1
0,0792
2,2
0,085
2,2
0,091
2,2
0,0967
2,1
0,1019
1,9
0,1067
1,7
0,1114
1,5
0,1161
1,3
0,1204
1,1
0,1255
1,1
0,1307
1,1
0,1367
1,1
0,1429
1,1
0,1474
1,1
0,1508
Aluminium 500
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,1
0,1538
1,1
0,1561
1,1
0,1581
1,1
0,1582
1,1
0,1582
1,1
0,1582
1,1
0,1582
1,1
0,1588
1,1
0,1623
1,2
0,1662
1,2
0,1687
1,2
0,1711
1,2
0,1734
1,2
0,1755
1,2
0,1779
1,3
0,1812
1,4
0,1863
1,5
0,1923
1,5
0,1996
1,6
0,207
1,5
0,2144
1,6
0,2223
1,5
0,2301
1,6
0,2378
1,5
0,2456
1,6
0,2535
1,6
0,2621
1,6
0,2699
1,6
0,2779
1,6
0,2856
1,6
0,2918
1,6
0,2987
1,6
0,3074
1,6
0,3135
1,6
0,3198
1,6
0,329

Aluminium 500
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,6
0,3338
1,6
0,3418
1,6
0,35
1,6
0,3548

·         Kubus Sisi Putih Dt = 30˚C
Tabel 4.7 Hasil pengamatan pada kubus sisi putih, dengan Dt = 30˚C


Putih 30o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,9
0,0001875
1,9
0,0038
1,9
0,0083
1,9
0,0137
1,8
0,0202
1,9
0,0277
1,8
0,0357
1,8
0,0434
1,7
0,0513
1,8
0,0581
1,7
0,0636
1,7
0,0676
Putih 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,7
0,072
1,7
0,0775
1,7
0,0836
1,8
0,0897
1,8
0,0961
1,9
0,1007
1,9
0,1041
2
0,1077
2
0,1104
2,1
0,1125
2,1
0,1149
2,1
0,1191
Putih 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
2
0,1252
1,9
0,1303
1,9
0,1338
1,9
0,1381
1,9
0,1431
1,9
0,1487
1,9
0,1547
1,9
0,1603
1,7
0,1651
1,6
0,1708
1,4
0,1771
1,3
0,1823
1,2
0,1859
1,3
0,1924
1,4
0,2004
1,4
0,2082
1,4
0,214
1,4
0,2181
1,4
0,2203
1,4
0,2224
1,4
0,2243
1,4
0,2262
1,5
0,2283
1,4
0,2308
1,5
0,2333
1,4
0,2364
1,5
0,2397
1,4
0,2445
1,5
0,2493
1,4
0,2536
1,5
0,2579
1,4
0,2625
Putih 300
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,5
0,2667
1,4
0,2706
1,5
0,2746
1,4
0,2795
1,5
0,2835
1,4
0,2872
1,5
0,2909
1,4
0,2947
1,5
0,2986
1,4
0,3027
1,5
0,307
1,4
0,3117
1,5
0,3162
1,4
0,3211
1,5
0,3252
1,4
0,33
1,5
0,3351
1,4
0,3397
1,5
0,3428
1,4
0,3462
1,5
0,3491
1,4
0,3516
1,5
0,354
1,5
0,3561
1,4
0,359
1,5
0,3623
1,4
0,3657
1,5
0,3687
1,4
0,3704
1,5
0,3705
1,4
0,3705



·         Kubus Sisi Putih Dt = 50˚C

Tabel 4.8 Hasil pengamatan pada kubus sisi putih, dengan Dt = 50˚C

Putih 50o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,8
0,0001875
1,8
0,0027
1,8
0,006
1,8
0,0099
1,8
0,0141
1,8
0,0181
1,7
0,0219
1,7
0,0258
1,7
0,0296
1,7
0,034
1,7
0,0384
1,7
0,0422
1,6
0,0459
1,7
0,05
1,6
0,0544
1,6
0,0589
1,6
0,064
1,6
0,0691
Putih 50o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,6
0,0738
1,6
0,0779
1,6
0,0817
1,6
0,0849
1,6
0,088
1,6
0,091
1,6
0,0944
1,6
0,0981
1,7
0,1021
1,7
0,106
1,8
0,11
1,9
0,1138
2
0,1179
2
0,1221
2
0,1263
2
0,1306
1,9
0,1348
1,9
0,1385
Putih 50o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,9
0,1425
1,9
0,1466
1,9
0,1505
1,9
0,1542
1,9
0,1578
1,8
0,1609
1,8
0,1636
1,8
0,166
1,8
0,1686
1,6
0,1714
1,6
0,1744
1,5
0,1773
1,4
0,1801
1,3
0,1827
1,3
0,185
1,2
0,1871
1,1
0,1905
1,1
0,1941
1,2
0,1982
1,2
0,2019
1,3
0,2063
1,3
0,2108
1,3
0,2152
1,3
0,2195
1,3
0,2241
1,3
0,2291
1,3
0,2345
1,3
0,2398
1,3
0,2451
1,3
0,2503
1,3
0,2554
1,3
0,2606
1,3
0,2659
1,3
0,2711
1,3
0,2766
1,3
0,2827
Putih 50o
Intensitas Cahaya (%)
Posisi (m)
1,3
0,2894
1,3
0,2958
1,3
0,302
1,3
0,308
1,3
0,3141
1,3
0,3203
1,3
0,3262
1,3
0,3316
1,3
0,3363
1,3
0,3406
1,3
0,3448
1,3
0,3492
1,3
0,3535
1,4
0,3579
1,3
0,3622
1,4
0,3667
1,3
0,3704











4.2 Analisa Data
Diketahui :
                  
                  
                  
                  
                  
                   
                  

Emisivitas Tiap sisi Kubus
·           Sisi hitam dengan intensitas permukaan 30oC
·         Sisi hitam dengan intensitas permukaan 50oC
·           Sisi aluminium dengan intensitas permukaan 30oC
 
·         Sisi aluminium dengan intensitas permukaan 50oC
·           Sisi putih dengan intensitas permukaan 30oC
 
Putih dengan intensitas permukaan 50oC
 

4.3 Pembahasan
Benda hitam merupakan sebagai benda yang akan menyerap seluruh radiasi yang akan jatuh atau yang datang padanya, sehingga tidak ada radiasi yang dipantulkan keluar dari benda hitam tersebut. Benda hitam yang sempurna sangat sukar didapatkan. Suatu lubang kecil pada sebuah benda berongga dapat dianggap sebagai benda hitam sempurna. Ketika benda berongga dipanaskan, elektron- elektron atau molekul-molekul pada dinding rongga mendapatkan tambahan energi sehingga bergerak dipercepat (Tim penyusun, 2016).

Pada percobaan ini dilakukan dengan cara mengukur suhu mula-mula yang digunakan, kemudian mengukur intensitas cahaya dan posisi kubus terhadap bidang masing-masing kubus (Alumunium, Hitam, Berongga, dan Putih) menggunakan software Pasco Capstone untuk menentukan emisivitas tiap bidang kubus. Pada tiap bidang kubus dilakukan pengambilan data sebayak dua kali yaitu pada suhu 30oC dan suhu 50oC.

Dari hasil percobaan yang dilakukan besar intensitas cahaya rata-rata pada bidang kubus sisi hitam dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut intensitasnya yaitu 2,4 % dan 1,639583 %. Pada bidang kubus sisi aluminium dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut nilai intensitasnya yaitu 1,681818 % dan 1,603947 %. Untuk bidang kubus Berongga dengan suhu 30oC dan suhu 50oC intensitasnya berturut-turut yaitu 2,08 % dan 2,2 %. Dan pada bidang kubus Putih dengan suhu 30oC dan suhu 50oC intensitasnya berturut-turut yaitu 1,598851 % dan 1,535955 %. Besar emisivitas pada bidang kubus sisi hitam dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut yaitu 1,26296 dan 0,532986. Besar emisivitas pada bidang kubus sisi Aluminium dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut yaitu 0,631313 dan 0,503289, dan besar emisivitas pada bidang kubus sisi Putih dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut yaitu 0,554491 dan 0,446629. Sedangkan berdasarkan hubungan grafik antara intensitas dan posisi, diperoleh posisi tertinggi pada bidang kubus Berongga dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut yaitu 0,3771 m dan 0,3770 m. Posisi tertinggi pada bidang kubus Hitam dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut yaitu 0,3704 m dan 0,3543 m. Posisi tertinggi pada bidang kubus sisi aluminium dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut yaitu 0,3588 m dan 0,3548 m. Dan Posisi tertinggi pada bidang kubus putih dengan suhu 30oC dan suhu 50oC berturut-turut yaitu 0,3705 m. dan 0,3704. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa intensitas tertinggi pada suhu 30oC dimiliki oleh kubus pada bidang hitam sedangkan intensitas tertinggi pada suhu 50oC dimiliki oleh kubus pada bidang alumunium.

Adapun grafik hubungan antara intensitas cahaya terhadap posisi yang diperoleh dari percobaan ini untuk masing-masing sisi kubus ialah berbanding lurus dimana semakin besar posisi dengan  sudut suatu benda sensor cahaya terhadap kubus, maka intensitas cahaya yang diperoleh akan semakin besar dan apabila sensor cahaya menjauh maka intensitas cahaya yang diperoleh akan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena pada posisi yang sangat jauh dari kubus berongga pada benda sangat lambat dalam memancarkan radiasinya dan apabila dekat benda akan semakin cepat dalam memancarkan radiasinya sehingga posisi sangat berpengaruh terhadap intensitas cahaya.
Percobaan ini jika dibandingkan dengan literatur menurut M. Ali Yaz (2007), sudah hampir sesuai, karena menurut beliau bahwa, benda hitam sebagai sebuah benda yang menyerap semua radiasi yang datang padanya dimana tidak ada radiasi yang dipantulkan keluar dari benda hitam dan benda yang terang sebagai sebuah benda yang mampu memancarkan radiasi yang datang padanya dimana hanya sedikit radiasi yang dipancarkan. Adapun mungkin sebagian hasil yang kurang sesuai mungkin disebabkan karena kurangnya ketelitian praktikan, sehingga mempengaruhi data yang di dapatkan.


BAB V
PENUTUP

5.1 kesimpulan
Adapun kesimpulan pada percobaan ini yaitu:
1.        Hubungan antara intensitas radiasi pada kubus berongga terhadap bidang kubus setiap bahan yaitu semakin gelap warna bidang dari sisi kubus maka akan semakin besar penyerapan intensitas radiasinya, dan semakin terang warna sisi kubus maka penyerapan intensitas radiasi akan semakin berkurang. Sedangkan pada grafik hubungan antara intensitas dan posisi pada suhu 300 C dan suhu 500 C pada kubus berongga, hitam, aluminium dan putih di peroleh titik puncak posisi berturut-turut yaitu 0,3771 m dan 0,3770 m, 0,3704 m dan 0,3543 m, 0,3588 m dan 0,3548 m, serta 0,3705 m. dan 0,3704.
2.        Besar emisivitas pada sisi hitam 30oC dan 50oC berturut- turut yaitu 1,26296 dan 0,532986. Pada sisi kubus aluminium 30oC dan 50oC berturut- turut yaitu 0,631313 dan 0,503289. Pada sisi kubus putih 30oC dan 50oC berturut- turut yaitu 0,554491 dan 0,446629.

5.2 Saran
Sebaiknya sebelum melakukan praktikum semuanya dalam kondisi yang benar-benar siap, baik itu alat percobaan, asisten maupun praktikan.


DAFTAR PUSTAKA
Holman, J.P. 1994. “Perpindahan Kalor”(terjemahan) oleh Ir. E. Jasjfi. Jakarta : Erlangga.

Jumshidi, Mohammad. 1980. Applicationof Fuzzy Logic, Prentice-Hall Internasional. New Jersey : Inc.
Krane, K. 1992. Fisika Modern. Jakarta: UI Press.
M. Ali Yaz. 2007. Fisika 3. Yogyakarta : Yudhistira.
Oxtoby, Gillis, Nachtrieb. 2003. Prinsip – Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat
Jilid Dua. Jakarta : Airlangga.
Tim Penyusun. 2016. Modul Eksperimen Fisika Moderen. Palu: UNTAD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar